Senin, 06 Agustus 2012

Terbaru Sejarah Ultras Dan Ultras Indonesia

"Sejarah ULTRAS dan ULTRAS INDONESIA"

Ultras diambil dari bahasa latin yang mengandung artian 'di luar kebiasaan'. Kalangan ultras tidak pernah berhenti menyanyi mendengungkan yel-yel lagu kebangsaan tim mereka selama pertandingan berlangsung. Mereka juga rela berdiri sepanjang pertandingan berlangsung (karena negara-negara yang populer dengan ultras nya ibarat Argentina dan Italia, menyediakan tribun berdiri di dalam salah satu sudut stadion mereka). Selain itu pun para ultras paling bahagia menyalakan kembang api atau petasan di dalam stadion lantaran hal itu didorong untuk mencari perhatian, bahwa mereka hadir di dalam kerumunan insan di dalam stadion.

“As an ultra I identify myself with a particular way of life. We are different from ordinary supporters because of our enthusiasm and excitement. This means, obviously, rejoicing and suffering much more acutely than everybody else “.

Nukilan kalimat dari seorang anggota Brigate Rossonere, salah satu ultras AC Milan, membantu kita untuk mengenali fenomena ultras. Ultras bukanlah sekadar kumpulan suporter (tifosi) biasa melainkan kelompok suporter fanatik nan militan yang mengidentifikasikan secara sungguh-sungguh dengan segenap hasrat dan melibatkan dengan amat dalam sisi emosionalnya pada klub yang mereka dukung.

Ultras mempelopori suporter yang amat terorganisir (highly organized) dengan gaya dukung ‘teatrikal’ yang kemudian menjalar ke negara-negara lain. Model tersebut kini telah begitu mendominasi di Prancis, dan bisa dibilang telah memberi efek pada suporter Denmark ‘Roligans’, beberapa kelompok suporter tim nasional Belanda dan bahkan suporter Skotlandia ‘Tartan Army’

Model tersebut masyhur lantaran menampilkan pertunjukan-pertunjukan spektakuler mencakup kostum yang terkoordinir, kibaran aneka bendera, spanduk & panji raksasa, pertunjukan bom asap warna-warni, nyala kembang api (flares) dan bahkan sinar laser serta koor lagu dan nyanyian hasil koreografi, dipimpin oleh seorang CapoTifoso yang memakai megaphones untuk memandu selama jalannya pertandingan.

Dalam tradisi calcio, ultras ialah “baron” dalam stadion. Mereka menempati dan menguasai salah satu sisi tribun stadion, biasanya di belakang gawang, yang kemudian lazim dikenal dengan sebutan curva. Ultras tersebut menempati salah satu curva itu, baik nord (utara) atau sud (selatan), secara konsisten hingga bertahun-tahun kemudian. Utras dari klub-klub yang berbeda ditempatkan pada curva yang saling berseberangan. Selain itu, berlaku aturan main yang unik yaitu polisi tidak diperkenankan berada di kedua sisi curva itu.

Kelompok Ultras yang pertama lahir ialah (Alm.) Fossa dei Leoni, salah satu kelompok suporter klub AC Milan, pada tahun 1968. Setahun kemudian pendukung klub sekota sekaligus rival, Internazionale Milan, menciptakan tandingan yaitu Inter Club Fossati yang kemudian berubah nama menjadi Boys S.A.N (Squadre d’Azione Nerazzurra). Fenomena ultras sempat surut dan muncul lagi untuk menginspirasi dunia dengan aksi-aksi megahnya pada pertengahan tahun 1980-an.

Fenomena ultras sendiri diilhami dari demontrasi-demontrasi yang dilakukan belum dewasa muda pada ketika ketidakpastian politik melanda Italia di final 1960-an. Alhasil, sejatinya ultras ialah simpati politik dan representasi ideologis. Setiap ultra mempunyai basis ideologi dan anutan politik yang beragam, meski mereka mendukung klub yang sama. Ultras mempunyai andil “melestarikan” paham-paham bau tanah ibarat facism, dankomunism socialism

.

Mayoritas ketegangan antar suporter disebabkan oleh perbedaan pilihan ideologis daripada perbedaan klub kesayangan. Untungnya, dalam tradisi Ultras di Italia terdapat arahan etik yang namanya Ultras codex. Salah satu fungsi arahan etik itu “mengatur” pertempuran antar ultras tersebut bisa berlangsung lebih fair dan “berbudaya”. Salah satu etika itu ialah dalam hal bukti kemenangan, maka bendera dariultras yang kalah akan diambil oleh ultras pemenang. Kode etik lainnya ialah, seburuk apapun paratifosi itu mengalami kekejaman dari tifosi lainnya, maka tidak diperkenankan untuk lapor polisi.

Dewasa ini, ultras kerap dipandang sebagai lanjutan atau warisan dari periode ketidakpastian dan kekerasan politik 1960-an hingga 1970-an. Berbagai kesamaan pada tindak tanduk mereka disebut sebagai bukti dari sangkut paut ini. Kesamaan-kesamaan itu tampak pada nyanyian lagu - yang umumnya digubah dari lagu–lagu komunis tradisional - lambaian bendera dan panji, kesetiaan sepenuh hati pada kelompok dan perubahan sekutu dengan ultras lainnya, dan, tentunya, keikutsertaan dalam kekacauan dan kekerasan baik antara mereka sendiri dan melawan polisi!

Bentrok dengan polisi menjadi salah satu watak orisinil ultras. Bagi ultras, polisi ialah hal yang diharamkan alias A.C.A.B (All Cops Are Bastar*s). Sebulan sebelum Sandri terbunuh, muncul klaim dari pihak polisi yang menyatakan bahwa tak kurang dari 268 kelompok ultra dengan aspirasi politik, semuanya mempunyai semangat kebencian pada polisi. Selain itu, masih berdasarkan polisi, lebih banyak didominasi kelompok tersebut berhubungan dengan gerakan ekstrim kanan yang fasis.

Tak hanya polisi, administrasi klub, staff instruktur dan bahkan pemain juga pernah mengalami perlakuan tidak menyenangkan dari ultras. Beberapa kelompok Ultras dalam menjamin dukungannya (terutama dalam pertandingan tandang), memaksa klub untuk memberi jatah tiket gratis, laba perjalanan, dan bahkan hak atas merchandise. Ketegangan dengan pihak klub kerap berujung boikot pertolongan pertandingan di kandang.

Namun bekerjsama ultras tidak seseram yang dibayangkan. Bahkan dibandingkan dengan Hools (FIRM) di inggris. Karena bekerjsama ultras menjauhi yang namanya keributan. (walaupun ada yg suka nyari masalah).Dan tidak semua kelompok ultras bekerjasama politik. memang ada yang kanan, kiri, merah, dsb...Tapi yang tidak bermain politik juga ada.

Pelatih atau manajer yang mundur (bukan lantaran dipecat administrasi klub) biasanya ialah produk dari tekanan ultras. Dari pihak pemain, Christian “Bobo” Vieri pernah mengalami teror fisik dari ultrasInter, termasuk dirusaknya salah satu properti bisnisnya, lantaran dianggap berkurang kadar loyalitasnya pada tim.

Dengan kemegahan dan kesuramannya ultras ialah fenomena khas Italia, representasi masyarakat Italia, dan identitas calcio. Seperti halnya kualitas Lega Serie A yang menjadi kiblat dunia sepak bola, ibarat sistem catenaccio yang mengilhami banyak instruktur di dunia, maka agresi ultras di stadion pun menjadi rujukan dan acuan bagi suporter-suporter negara lain, termasuk kelompok suporter di Indonesia.

Suporter Indonesia Rasa Ultras

Suporter di Indonesia sedang berada dalam periode bertumbuh. Dalam lima tahun terakhir ini, muncul kelompok-kelompok suporter terorganisir. Suatu fenomena yang berdampak amat positif bagi perkembangan sepak bola nasional. Kehadiran kelompok suporter ini sedikit banyak merubah gaya dukung dan pola sikap penonton di lapangan. Secara keseluruhan, berdampak pada industri sepak bola nasional yang lebih semarak dan berwarna.

Tak bisa dipungkiri aksi-aksi kreatif kelompok suporter di Indonesia ini mengadopsi gaya suporter luar negeri. Meski di kemudian hari, terjadi proses kreatif dengan lebih banyak menampilkan produk budaya lokal. Suporter luar negeri yang menginspirasi itu bisa dari Barras Bravas (Argentina/Amerika Latin),Roligan (Denmark), Tartan Army (Skotlandia) dan tentunya Italian Ultras!

Kentalnya budaya ultras bisa dilihat dengan teramat terang dari atraksi kelompok suporter kita di lapangan. Mulai dari menempati sisi tribun tertentu meski tidak selalu di belakang gawang. Namun yang konsisten di sekitar belakang gawang diantaranya yaitu ,Utras Persija,Orange Street Boys(Persija),Slemania (PSS Sleman), dan Brajamusti (PSIM Jogjakarta), sedangkan beberapa kelompok suporter lainnya lebih suka di tribun tengah menghadap kamera! Menggunakan istilah gila (Ultras) terkadang tidak juga salah asal mengerti dan paham mengenai istilah tersebut. Ultras yang digunakan lebih ke mentalitasnya.. nilai2nya... Saat supporter berdiri 90 menit dan meneriakkan lagu2 pembangkit semangat (bukan lagu2 cacian kepada suatu kelompok), tak peduli hasil yang dicapai,itu juga merupakan belahan dari nilai2 ultras... ketika anda melaksanakan koreografi2 memukau, itu belahan dari nilai2 ultras..ataupun ketika kami bertempur dengan supporter , itu juga belahan dari nilai2 ultras..yang terang Ultras tidak akan menyerang kalau tidak diserang terlebih dahulu,tidak akan menolong kalau tidak diperlukan

Tapi nilai2 itu, pastilah tercampur dengan budaya kita sendiri... terkadang beberapa komunitas di dalam suporter Persija juga memakai istilah ultras, walaupun ketika mengaku ultras, mereka dengan bangganya berfoto2 memperlihatkan identitas mereka, ya mungkin itu pemahaman akan arti ultras oleh mereka...(narsisme)… Di Luar Negri (Italy,Inggris,German,dll) seorang ULTRAS mungkin tidak punya KTA/ID Card atau bahkan kelompok tersebut hingga mempunyai AD/ART lantaran mereka sangat paham arti kata Ultras, alasan mereka tiba ke stadion benar-benar dari Hati dan Jiwanya..bukan juga lantaran UANG…sedangkan di INDONESIA UANG ialah alat detok tepat untuk sebuah loyalitas..Orang bisa pindah agama,keyakinan,Klub,bahkan Partai.. Bagi saya AGAMA bisa dipeluk oleh ribuan bahkan jutaan umat,TETAPI SEORANG insan hanya bisa PELUK SATU AGAMA, apabila ada yg percaya selain TUHANnya maka disebut Musyrik Bahkan KAFIR...Team Sepakbola yang saya dukung Bisa didukung oleh puluhan ribu supporter,TETAPI SEORANG SUPPORTER HANYA BISA MEMILIH SATU TEAM SEPAKBOLA SAJA...Tetapi kalau mendukung lebih dari satu team,maka bisa disebut orang yang tidak mempunyai janji atau bahkan bisa dicap Pengkhianat…maka d iIndonesia muncul slogan ibarat SATU JAKARTA SATU (PERSIJA) ,SALAM SATU JIWA(AREMA) dll. Pendukung suatu klub tak harus wadah tunggal (seperti Orde Baru). Apalagi ketika ini, mereka (kelompok suporter) melengkapi dengan AD/ART bahkan disahkan dengan akte notaris segala. Ujung-ujungnya ialah konflik kepentingan dan potensi dimanfaatkan elit politik. Contoh di SRIWIJAYA FC supporter Singamania dan Beladas, di Persiba ada PFC dan Balistik, di PERSIJAP ada Banaspati dan JETMEN,dll

Nah kalo ultras di Indonesia itu yang hebat, terlalu rapi. Kalo diluar negeri mereka hanya merupakan komunitas ataupun kelompok. Kalo disini, kebanyakan merupakan organisasi yang mempunyai AD/ART. Parahnya masyarakat awam tidak bisa membedakan yang mana julukan suporter dengan nama kelompok suporter. Seperti teladan The Jakmania. Yang merupakan organisasi suporter pendukung Persija, tapi sering diartikan sebagai julukan untuk menyebut seluruh suporter Persija. Padahal gak semua suporter Persija ialah anggota The Jakmania. Dan memang tidak semua klub punya julukan bagi suporter mereka.

Dirijen ibarat Yuli Sumpil, yang sohor itu ialah manifestasi seorang CapoTifoso. Yuli mempunyai wibawa seorang CapoTifoso, apabila ia memerintahkan untuk melaksanakan suatu gerakan maka akan dipatuhi oleh suporter termasuk (seandainya) memerintahkan mengintimidasi pemain lawan dengan lemparan benda-benda, tetapi apabila ia melarang, maka tidak ada satu pun suporter yang berani melawannya. Walaupun ada yang beropini seorang Yuli Sumpil tidak pantas disebut demikian Karena ia "hanya" memimpin Aremania. Beda dengan capo tifoso di curva sud atau nord di Itali misalnya. Yang tidak hanya memimpin kelompoknya, tapi memimpin seluruh kelompok yang ada di curva itu, untuk membentuk koreo yang indah..

Belum lagi kostum yang terkoordinir, dan bentangan spanduk yang di pinggir-pinggir lapangan ialah rasa ultras pada suporter Indonesia. Sayangnya, prestasi tim nasional dan klub-klubnya tak semanis prestasi Squadra Azurri dan wakil-wakil Serie A di Eropa. Pahit getir sepak bola Indonesia terutama sekali ketika menyidik kelakuan oknum pengurus dibawah kepemimpinan Yang "Terhormat" Nurdin Halid!

Seorang Ultras sejati tidak mempunyai nama -hanya teman bersahabat yang mengetahuinya-. Seorang Ultras sejati tidak dikenal oleh orang lain, kepalanya selalu tertutup oleh “hood”, hidung dan mulutnya selalu ditutup oleh syal. Seorang Ultras sejati tidak mengikuti mode dan hal teranyar lainnya. Saat seorang Ultra berjalan dikeramaian, kendati tanpa logo supporter, ia akan gampang dikenal orang lain.

Seorang Ultra sejati hanya menyerang kalau diserang dan akan menolong kalau diperlukan. Seorang Ultra sejati tidak akan berhenti kendati tiba di rumah dan membuka syalnya. Ultra Sejati akan selalu bertarung tujuh hari dalam seminggu.

Ultra bau tanah akan memimpin dan memperlihatkan teladan kepada yang muda. Ultra muda harus memperlihatkan rasa hormat kepada yang tua. Ultra muda akan merasa besar hati kalau berdiri berdampingan dengan yang tua, mereka akan mencar ilmu dari kritikan si tua. Yang muda akan bersemangat kalau menerima jabatan tangan erat dari yang tua.

Saat orang normal melihat tingkah laris Ultra, mereka tidak akan mengerti, tetapi Ultra memang tidak ingin dimengerti atau menjelaskan arti keberadaan mereka. Setiap Ultra berbeda; ada yang mengenakan logo supporter atau tim ada juga yang tidak pernah memakai keduanya. Ada yang bepergian dalam sebuah kelompok ada yang pergi secara individu.

Kendati berbeda, satu hal yang menciptakan mereka bersatu ialah kecintaan terhadap klub, hasrat mereka untuk berdiri selama 90 menit tidak peduli hujan atau dingin. Mereka bersatu dan menghangatkan diri dengan teriakan keras dan serempak, bersatu kendati tertidur setengah mabuk di sebuah kereta atau bis yang membawa mereka pada pertandingan tandang, bersatu lantaran konvoi di sentra kota tim lawan, bersatu lantaran menyebarkan sedikit masakan sehabis berjam-jam menahan rasa lapar, bersatu lantaran menyebarkan sebatang rokok, bersatu lantaran berpenampilan sama, bersatu lantaran idealisme, bersatu lantaran mempunyai MENTALITAS yang sama.

Semua hal diatas menyatukan kami sekaligus menjauhkan kami dari belahan dunia yang lain; dari orang bau tanah yang khawatir, dari sepupu yang bodoh, dari teman sekolah atau rekan kerja, dari guru atau bos yang tidak mempunyai rasa toleransi. Ultras tidak pernah melaksanakan vandalisme atau kekerasan tanpa alasan. Ini hanya cara untuk bertahan dari hidup yang sudah terkena krisis problem sosial, program televisi yang bodoh, disko yang terus menerus menarik anak muda dan terpenting tindakan represif yang tidak sanggup dibenarkan (polisi dan federasi).

Menjadi Ultra ialah ibarat ini dan masih banyak lainnya ibarat emosi dan hasrat yang tidak sanggup dijelaskan kepada orang lain yang tidak mau mengerti atau kepada orang yang biasa memutar kepala dan melanjutkan hidup di balik kaca, orang yang tidak memilik cukup NYALI untuk menghancurkan beling dan memasuki DUNIA KITA!

Ultras.. Sebuah kata yang akhir2 ini sangat sering disebut oleh media2 di tanah air seiring dengan banyaknya tindakkan hooliganisme yang dilakukan beberapa kelompok ultras di Italia. Sangat lucu sekali membaca beberapa comment di media yang menyebutkan bahwa ultras mempunyai arti 'garis keras' yang selalu di indentikkan dengan hooliganisme. Tapi apa mau dikata, begitulah media, begitulah jurnalis, mereka hanya bisa menulis apa yang bisa mereka lihat tanpa harus benar2 mengerti dan benar2 memahami objek yang mereka jadikan berita.

Perlu sedikit diluruskan mengenai makna kata 'ultras' sendiri. Ultras bukan nama, Ultras ialah istilah.. sama dengan kata hooligan yang juga merupakan sebuah istilah. Kata ultras sendiri berasal dari suku kata Ultra yang dalam bentuk kata sifat berarti ekstrim dan dalam kata benda berarti ekstrimis penambahan abjad s sebagai penunjuk bentuk jamak (kelompok). Kata ekstrim sendiri berarti 'yang ter-'. 'yang paling'. 'melebihi yang lain', atau 'lebih dari biasa'. Bila dihubungkan dengan konteks supporter bisa dikatakan bahwa ultras berarti kelompok supporter yang mempunyai fanatisme, rasa cinta, dan pertolongan yang lebih dari supporter biasa. Sedangkan Hooligan sendiri ialah istilah yang berarti 'perusuh' atau 'suka berbuat onar'.

Ciri2 kelompok supporter Ultras ialah Selalu bernyanyi mendukung kesebelasan kebanggaanya, mendukung tim mereka baik dikandang sendiri maupun dikandang lawan, dan tak pernah meninggalkan tim kebanggannya baik ketika jaya maupun ketika terpuruk. Dari ciri2 kelompok ultras

sendiri bisa dikatakan bahwa hampir semua kelompok supporter di Indonesia ialah Ultras. Slemania itu ultras, The Jak itu ultras, Aremania itu ultras. klompok supporter lainnya juga ultras. Walau mereka tidak ada embel2 kata ultras dalam organisasi mereka tapi istilah ultras tetap mereka sandang lantaran mereka semua mempunyai karakter dan mentalitas ultras. Meski demikian, ada banyak juga kelompok supporter (termasuk kami sendiri) yang memakai kata ultras sebagai nama kelompok mereka.

Jadi bisa disimpulkan bahwa Ultras dan Hooligans ialah dua istilah yang berbeda dengan pengertian yang berbeda pula. Hampir semua hooligans ialah Ultras, tapi tidak semua Ultras ialah hooligans..!!

HOOLIGANS ialah fans sepakbola yang brutal ketika tim idolanya kalah bertanding. Hooligan merupakan stereotif supporter sepakbola dari Inggris, namun akhi-akhir ini menjadi fenomena dunia termasuk negara Indonesia sendiri. Sebagian besar dari hooligan ialah para backpacker yang berpengalaman dalam melaksanakan sebuah perjalanan. Tidak sedikit dari mereka yang sering keluar-masuk penjara lantaran sering terlibat dalam sebuah bentrokan. Mereka jarang memakai pakaian yang sama dengan tim pujaannya semoga tidak terdeksi kehadiran mereka oleh pihak aparat. Meski demikian, keunggulan dari hooligan ini mereka paling anti memakai senjata dalam melaksanakan sebuah duel, lantaran berdasarkan mereka itu hanyalah sebuah cara yang dilakukan oleh sekelompok banci.

Diantara Supporter Persija ada juga yang memang lahir dari komunitas hardmods, bootbois, skinhead, rudeboys, casuals, dll.. dan membentuk suatu kelompok yang disebut Persija FIRM (Tiger Boys) ibarat di Inggris, namun disisi lain mereka aben flare dan menciptakan syal komunitas, ya mungkin itu kreatifitas mereka, lantaran mengikuti suatu kultur, lagipula tidak berarti harus mengikuti semua pakem bakunya.

Kalian tahu kalau kata ultras berasal dari bahasa latin yang artinya "di luar kebiasaan" kurang lebih pengertiannya begitu. Mengapa di luar kebiasaan? Karena ultras tidaklah sama dengan suporter pada umumnya. Mereka BERBEDA atau berusaha BERBEDA. Jika suporter biasa mungkin ada yang membisu saja sepanjang pertandingan atau ada yang nyayi tapi sebentar.Ultras kebalikannya. Ultras akan terus bernyanyi dan mendukung tim kesayangannya, baik ketika menang maupun kalah. Totalitas dalam mendukung. Bahkan di beberapa negara para ultras rela berdiri sepanjang laga. Bernyanyi,bersorak, mengibarkan bendera klub tanpa henti.

Satu lagi BERBEDANYA ultras, biasanya mereka mempunyai wilayah kekuasaan sendiri di dalam stadion. Pasti kalian pernah dengar CURVA SUD atau CURVA NORD itu artinya sebutan bagi wilayah mereka.Seperti Tribun Barat atau Timur. Dipastikan mereka dalam setiap berkelahi akan mendukung tim di wilayah tersebut, kecuali kalau lagi di renovasi. Paling seru kalo stadion itu menjadi sangkar dua atau tiga tim yang berbeda. Ultras klub akan ditempatkan bersebrangan. Contohnya klub Milan dan Inter. Sama-sama main di San Siro atau Giuseppe Meazza. Ultras keduanya ditempatkan bersebrangan. Jika Milanisti ditempatkan di Curva Sud. Internisti di Curva Nord. Ga perlu dijelasin khan kenapa harus dipisahin jauh. Selain untuk menghindari bentrok fisik. Ternyata ada sisi seni juga loh dibalik pemisahan tersebut. Wih, ultras punya seni. Biasanya ultras yang dah tinggi level seninya akan berkreasi dengan melaksanakan koreografi mendukung tim kesayangannya. Perang seni pun sanggup terjadi kalo dua kubu yang bersebangan saling membalas koreografi. Ga cuman mencet-mencet hong doang. Berseni khan,bayangin aja gimana mengelola ratusan hingga ribuan suporter buat bikin kayak gitu. ULTRAS NIH! Niat ngedukung. Bikin mosaik,koreografi,kibarin bendera dan banner raksasa, serta nyanti tanpa henti bisa disebut beberapa ciri-ciri ultras. Pasti resah gimana bisa kompak.

Pasti harus ada yang ngomandoin lah aka dirigen aka pemimpin komando sering disebut Capo. Capo ini yang akan memimpin pergelaran seni ala ULTRAS di stadion. Biasanya bawa megaphone buat perintahnya kedengeran. Capo ini akan mengomandoi kapan bernyanyi, koreografi, mozaik, pada dasarnya yang ga berenti ngedukung tim kesayangannya. Capo itu harus diacungi jempol, lantaran biasanya mereka malah ga sempet nonton pertandingan, lantaran sibuk jadi dirigen. Capo sendiri biasanya ialah pemimpin ultras atau ada juga yang ditunjuk lantaran bisa menggerakkan massa distadion. Kelompok ultras yang pertama kali muncul ialah (almarhum) Fossa dei Leoni, salah satu kelompok suporter Milan pada 1968. Setahun kemudian kelompok suporter Inter Milan mendirikan tandingannya Inter Club Fosati yang kemudian menjadi Boys S.A.N. Boys S.A.N atau Squadre d’Azione Nerazzurra.

FDL dan Boys S.A.N menjadi cikal bakal munculnya ultras-ultras lain di Italia. Muncullah Yellow-blue Brigade Verona, Viola Club Viesseux Fiorentina ( 1971), Naples Ultras (1972). Red and Black Brigade Milan, Griffin's Den Genoa dan Granata Ultras Torino (1973), For Ever Ultras Bologna (1975). Juventus Fighters (1975),Black and BlueBrigadeAtalanta (1976),Eagle's Supporters Lazio dan Commando Ultras Curva Sud (CUCS). Perkembangan selanjutnya agresi para ultras sempat menurun di awal tahun 1980an, Namun kembali garang dipertengahan 1980an. Sebenarnya ada sisi lain dibalik pembentukan ultras selain sebagai kelompok suporter,yaitu kaitannya dengan gerakan politik. Pembentukan ultras dipelopori oleh anak muda yang merasa tidak puas dengan kondisi perpolitikan di Italia ketika itu (1960an). Sebagai pelampiasan positifnya mereka ungkapkan dengan membentuk ultras dan berdemonstrasi ala suporter di stadion. Oleh kesannya dahulu ultras juga perpanjangan ideologi politik,bahkan sanggup disebut sebagai pelestari paham politik Italia.

Biasanya setiap ultras punya paham dan ideologi politiknya masing-masing, dan ternyata sumber keributan antar ultras itu... Keributan seringkali lantaran perbedaan ideologi, bukan lantaran berbeda klub. Nah, beda banget ama di Indonesia nih. 38. Nah, berkaitan dengan keributan antar ultras. Dibuatlah sebuah arahan etik yang disepakati oleh seluruh ultras, Ultras Codex. Apa sih Ultras Codex? Yaitu arahan etik yang mengatur persaingan antar ultras semoga lebih beradab.Tidak sekadar saling mencaci. Salah satu arahan etik ialah perebutan bendera ultras. Perebutan ini dilakukan dengan cara hajar tuntas aka tawuran. Ultras yang menang dari tawuran berhak ngambil bendera ultras lawan sebagai bukti kemenangan. Di sini Ultras Codex berperan. Setiap ultras tidak akan pernah melaporkan lawannya terkait dengan cedera akhir dari pertempuran tersebut, separah apapun. Satu lagi yang menyatukan Ultras selain Ultras Codex ialah istilah A.C.A.B bukan CBSA ye. A.C.A.B ialah abreviasi dari All Cops Are Bast*rds. Para ultras setuju akan A.C.A.B dan menyamakan persepsi bahwa musuh bersama itu pihak berwajib. Nah, berkaitan dengan A.C.A.B ini.

Tahukah kalian kalau di setiap wilayah ultras di dalam stadion dihentikan ada pihak berwajib. Permintaan tidak adanya pihak berwajib ini diminta pribadi oleh pihak ultras ke pihak klub loh. Cadas! Meskipun demikian ultras ga memancing ribut ama polisi,kalo di luar kendali polisi tetap bertindak sesuai aturan berlaku. Oleh karenanya,setiap pemimpin ultras menjaga benar-benar ulah anggotanya semoga tidak melanggar hukum,terutama Ultras Codex. Setiap ultras mempunyai peraturan yang berpegang teguh kepada Ultras Codex. Respect other and other will respect you too. Untuk Ultras dalam negeri, memang gres berkembang beberapa tahun ini. Sebagian besar gres berupa perkumpulan kecil. (diambil dari banyak sekali sumber)